Malesian Orchid Journal adalah publikasi ilmiah yang memuat hasil penelitian taksonomi, ekologi, dan konservasi di wilayah Malesia, mencakup Filipina, Sumatera, Jawa, Bali, Lombok, Kalimantan, Sulawesi, Sumbawa, Flores, Timor, Maluku, dan Papua.
Spesies terbaru tersebut dideskripsikan Destario Metusala, Peneliti Kebun Raya Purwodadi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI); dan Peter O’Byrne, pakar anggrek dari Singapura.
Anggrek tersebut dinamakan dengan epithet "frankieana" sebagai penghormatan kepada pencinta anggrek Frankieana Handoyo atas jasanya menggiatkan konservasi anggrek dan membudidayakan spesies anggrek baru ini.
"Anggrek yang tumbuh alami di Kalimantan ini memiliki 1-5 kuntum bunga yang cukup besar, kaku, dan mengilat seperti berlilin dengan lebar 3,8-4,4 cm dan tinggi 3,6-4,2 cm. Sosok tanaman dapat mencapai tinggi hingga 50 cm," ujar Destario dalam rilis yang diterima Kompas.com, Senin (28/11/2011).
Vanda frankieana tercatat berbunga pada November, Desember, Februari, dan Maret. Warna bunganya kuning cerah dengan totol merah marun. Pertumbuhan anggrek jenis ini tergolong lambat sehingga usaha budidaya harus dilakukan.
Perjalanan mendeskripsikan anggrek ini sebagai spesies baru luar biasa sebab memakan waktu lebih dari 140 tahun. Anggrek ini sempat dianggap spesies yang sama dengan anggrek lain.
Katalog koleksi Kebun Raya Bogor tahun 1866 menyatakan, anggrek ini merupakan spesies Vanda crassiloba. Anggrek itu dikatakan berasal dari Ambon. Namun, pada tahun 1928, peneliti Kebun raya Bogor, JJ Smith menyatakan, V crassiloba adalah spesies yang sama dengan V saxatilis. Tahun 1938, JJ Smith kembali memublikasikan ilustrasi V crassiloba dan V saxatilis yang menunjukkan masih ada keraguan apakah dua spesies itu sama atau berbeda.
Penelitian Destario dan O'Byrne akhirnya membuktikan bahwa spesies anggrek yang mulanya dinyatakan Vanda crassiloba itu berbeda. Kemudian speies dideskripsikan sebagai Vanda frankieana.
"Anggrek Vanda frankieana dapat dibedakan dengan kerabat dekatnya Vanda saxatilis antara lain karena dagu bunganya berbentuk memanjang dengan ukuran 35 persen lebih panjang dari cuping sampingnya dan dinding bagian dalam dagu bunganya memiliki rambut pendek halus yang cukup lebat," ujar Destario.
Ia menambahkan, pada V saxatilis, dagu bunganya memiliki panjang yang sama atau sedikit lebih pendek dari cuping sampingnya dan dinding bagian dalamnya polos tidak berambut.
Proses deskripsi Vanda frankieana ini membuktikan betapa rumitnya penelitian taksonomi. Meski demikian, proses yang panjang itu harus ditempuh sebab Indonesia yang kaya akan keanekaragaman hayati mesti berupaya menginventarisasi apa yang dimiliki. Penelitian taksonomi diperlukan sebelum spesies-spesies anggrek menghilang tanpa Indonesia menyadarinya.