Tekcomjar - Mei 2009. Dua bulan setelah diluncurkan, Kepler mulai masuk ke tahap pengumpulan data ilmiah. Setiap dua minggu sekali, pesawat ruang angkasa milik NASA pencari planet serupa Bumi yang mengorbit mataharinya masing-masing itu diperiksa instrumennya.
Data ilmiah sendiri diunduh sekali tiap bulan. Dikumpulkan, lalu diinformasikan ke publik. Jauhnya jarak Kepler dari Bumi – bisa mencapai 51 juta kilometer – membuat kecepatan unduh data video dan foto-foto beresolusi tinggi itu hanya mencapai 2.000 bit per detik (jika Kepler berada di posisi terdekat) dan 250 bit per detik (saat berada di jarak terjauh).
Meski demikian, banyak temuan menarik yang didapat. Dan yang mengejutkan adalah pada data yang diambil antara Desember 2009 sampai Maret 2010. Di data itu, Kepler mendapati sebuah planet lain yang nyaris identik dengan planet Bumi. Planet yang kemudian diberi nama Kepler-22b.
Sebagai gambaran, agar sebuah objek bisa disebut sebagai planet, ia harus terpantau bergerak ke depan bintang yang ia kelilingi (transit) setidaknya 3 kali. “Dewi keberuntungan tampaknya tengah tersenyum saat kami menemukan planet ini,” kata William Borucki, Kepler Principal Investigator NASA, ketua tim yang menemukan Kepler-22b dalam keterangan resminya.
“Transit pertama planet ini tertangkap kamera saat Kepler baru 3 hari beroperasi secara resmi dan akhirnya kami menyaksikan transit ketiga planet itu di hadapan bintangnya pada tahun 2010 lalu,” ucap Borucki.
Sebenarnya, Borucki menyebutkan, sampai Desember 2011, secara total sudah ada 708 buah extrasolar planet (disingkat dengan exoplanet) atau planet-planet yang berotasi mengelilingi bintang – seperti layaknya planet-planet di tata surya mengelilingi Matahari – yang dijumpai Kepler.
Tetapi, dari sekian banyak planet itu, tidak semuanya berada di ‘habitable zone’ atau sebuah kawasan di jarak tertentu dari bintang mereka yang membuat planet yang bersangkutan berpotensi untuk menampung kehidupan di permukaannya.
Pada penelitian sebelumnya, memang sempat terindikasi akan adanya planet serupa Bumi dan tinggal di kawasan habitable zone yakni Gliese 581 d dan HD 85512 b atau Gliese 370 b. Saat itu, kedua planet ini menjadi kandidat utama sebagai planet yang bisa dihuni makhluk hidup. Namun peluang itu sangat tipis.
Pasalnya, ternyata dua planet yang mengorbit bintang yang lebih sejuk dari Matahari itu ternyata tinggal di pinggir habitable zone. Orbit mereka lebih mirip seperti Venus dan Mars, tidak seperti Bumi. Masalah lain, ukuran planet-planet itu juga jauh lebih besar dibanding Bumi. Ditemukannya Kepler-22b, yang berada di kawasan tengah habitable zone, membawa harapan baru.
Dunia AirPeneliti yang tergabung dalam misi pencarian Kepler mengonfirmasi. Planet itu ada di kawasan di mana air dalam bentuk cair bisa hadir di permukaan planet. Kepler-22b juga merupakan planet terkecil yang didapati mengorbit di habitable zone dari sebuah bintang yang mirip dengan Matahari kita.
Selain berada di kawasan habitable zone, planet baru itu punya sejumlah aspek penting lain yang serupa dengan yang dipunya Bumi. Ia mengitari sebuah bintang yang juga serupa dengan Matahari kita. Jarak planet itu ke bintangnya juga serupa dengan Bumi dengan Matahari.
Tepatnya, jarak Kepler-22b ke mataharinya yakni Kepler-22 sekitar 15 persen lebih dekat dibanding Bumi dengan Matahari. Tetapi, pancaran cahaya Kepler-22 juga sekitar 25 persen lebih redup dibanding cahaya Matahari.
Kombinasi jarak yang lebih dekat namun dengan matahari yang lebih redup ini memungkinkan planet itu punya temperatur permukaan yang nyaman. Menggunakan instrumen yang dimiliki, ilmuwan memperkirakan, jika planet itu tidak punya atmosfer, temperatur rata-rata di sana sekitar -11 derajat Celsius.
Jika ada atmosfer dan ia menyediakan efek rumah kaca serupa dengan efek yang dihasilkan oleh atmosfer milik planet Bumi, maka Kepler-22b akan memiliki temperatur rata-rata 22 derajat Celsius. Kemungkinan besar, planet itu juga punya air dan bebatuan di permukaanya.
Dari sisi rotasi, satu tahun planet itu lamanya 290 hari. Tidak jauh berbeda dengan bumi yang 365 hari.
Yang jadi masalah, planet itu berukuran lebih besar dari Bumi. Ukuran planet yang lebih besar berarti peluang adanya kehidupan hadir di permukaannya menjadi lebih kecil. Mengapa?
Jika melihat ukurannya yang sekitar 2,4 kali lebih besar dari Bumi, kemungkinan planet itu lebih berbentuk seperti Neptunus, planet yang terdiri dari gas dan cairan. Hanya inti planet itu yang terbuat dari batu, adapun sebagian besar permukaannya merupakan samudera.
Walau kecil peluang, ilmuwan tetap antusias. “Sangat menarik untuk membayangkan kemungkinan-kemungkinan yang ada,” kata Natalie Batalha, Deputy Science Chief Kepler, NASA. “Mengapung di sebuah dunia yang sepenuhnya diselimuti oleh air sama seperti kita berada di tengah-tengah samudera milik Bumi,” ucapnya.
Untuk itu, Batalha menyebutkan, bukanlah hal yang tidak mungkin bahwa ada kehidupan yang mampu bertahan di samudera seperti itu.
Kepler sendiri tidak bisa menemukan kehidupan asing di planet itu meski kondisinya memungkinan bagi kehidupan untuk bertahan. Dan jika astronom menyatakan bahwa mereka mencari kehidupan lain di luar Bumi, yang mereka cari merupakan kehidupan yang berkisar dari mikroba, sampai kehidupan yang sangat cerdas yang bisa saja justru tengah memantau manusia.
22 Juta Tahun, Perjalanan ke Kepler-22bPenemuan Kepler-22b tentu saja menjadi sorotan di kalangan ilmuwan, astronom, dan juga masyarakat pemerhati astronomi. Sejuta harapan dan angan-angan terlontar saat NASA mengumumkan secara resmi bahwa planet itu sangat berpotensi mampu menyimpan air dalam bentuk cair, faktor utama penunjang kehidupan.
Apalagi, jika benar suhu permukaan planet itu rata-rata mencapai 22 derajat Celcius, tentu temperatur seperti ini sangat nyaman bagi manusia untuk tinggal di planet itu.
Sayang seribu sayang, ada kendala sangat besar yang menghadang segala impian tersebut untuk jadi kenyataan. Sampai saat ini, belum ada teknologi yang memungkinkan manusia, bahkan bayi yang baru lahir di bumi sekalipun, untuk bisa tiba di planet itu saat ia masih hidup.
Seperti diketahui, tahun cahaya merupakan cara untuk mengukur jarak di ruang angkasa. Satu tahun cahaya sendiri mencapai sekitar 6 triliun mil atau 10 triliun kilometer jaraknya. Dengan teknologi pesawat ruang angakasa yang kita miliki sekarang, manusia butuh 22 juta tahun untuk tiba di Kepler-22b.
Secara realistis, kita mungkin memang tidak akan sanggup berkunjung ke planet tersebut. Tetap ilmuwan yakin, masih ada planet seperti Kepler-22b dalam jarak yang lebih dekat dan bisa ditemukan dalam sisa hidup kita ini. Apalagi sejak mulai beroperasi, instrumen milik pesawat ruang angkasa Kepler sudah menemukan ratusan planet baru